Jumat, 30 April 2010

My Favorite is  

Di saat anak anak SMA kelas XII akan menerima ijasah kelulusan tahun 2010, aku hanya bisa termenung dan menerima takdir yang sudah ditentukan dan merasakan kebahagian kepada adik adik kelasku yang sebentar lagi akan melepaskan seragam putih abu abunya. Sama seperti senior senior mereka sebelumnya, lepas mendapat berita kelulusan dan mereka lulus para siswa siswi SMA jenjang akhir melakukan aktivitas yang sering membuat guru guru dan orang orang sekitar takut dan ngeri. Konvoi mengelilingi kota, corat coret baju, dan pesta dengan teman teman tercinta. Padahal ini belum apa apa, jangan bersenang senang dulu; ini adalah suatu awal memulai sebuah dunia baru yang belum pernah terlintas dipikiran mereka. “Kemanakah aku setelah lulus SMA?”, pertanyaan besar yang harus dijawab dengan benar agar tidak salah dikemudian hari. Di sinilah orang tua berperan menentukan kehidupan sang buah hati. Orang tua yang bijak pasti tau potensi sang anak akan ke mana kelak dan nantinya dia akan jadi apa. Tapi orang tua yang bijak tentu tak selamanya benar. Orang tua memank ingin yang terbaik buat anaknya, selalu mengharapkan yang membuahkan hasil yang indah dikemudian harinya. Kadang jalan orang tua itu salah, dan akhirnya membuat si anak menjadi setres dan putus kuliah. Hal ini yang menjadi ancaman terbesar bagi orang tua, khususnya sang ayah. Mengapa? Karena disnilah peran sang ayah harus memerankan perannya sebagai orang yang bijaksana. Memang pikir sang anak, dia jarang sekali bertemu dengan Beliau, tetapi dia hidup dengan kekayaan ayahnya, dia kuliah dengan kekayaan ayahnya dan semua itu tidak mudah untuk mendapatkan segalanya bagi sang ayah. Ayah selalu berfikir, “nak, jika kuliahmu bagus dan lancar, ayah akan selalu membiayai kuliahmu sampai kau mendapatkan sarjana”, senyum si ayah. Tapi apa yang dilakukan sang anak berbanding terbalik dengan apa yang dipikir oleh sang ayah. Bencana, ancaman, berita buruk bagi beliau. Sang anak pun menceritakan segala yang terjadi dalam hidupnya sepanjang ia mendapatkan pendidikan di luar negeri, dia tidak tahan, tidak sanggup, yang setiap harinya dia bertemu dengan teman teman yang selalu memikirkan style dan appearance, belum lagi biaya hidup di luar negeri. Dan ia harus struggle dengan keaadaan yang menimpa sekarang. Tak selamanya mendapatkan pendidikan di luar negeri itu indah dan nyaman. Seperti halnya menyusun buku di perpustakaan, librarian harus jelih dan tahu dimana letak buku buku tersebut ditaruh agar tidak mendapat keluhan dari pelanggan. Hidup harus memiliki konsekuensi yang seimbang, sebelum kuliah kita harus berfikir universitas mana yang cocok buat kita menimba ilmu. Jangan sampai salah jurusan dan kampus.

Memilih perguruan tinggi idaman tidak harus selalu mencari yang “the best of the best”, yang penting cukup di kantong dalam artian budget kita cukup untuk membiayai kuliah sampai mendapat gelar sarjana. The point of it is “Major” or “jurusan”. Jikalau kita cocok dengan jurusan yang kita pilih maka semua itu akan mudah dan memperlancar perjalanan kuliah kita tanpa harus kuliah di luar negeri ataupun kuliah di universitas bergengsi. Dan satu hal adalah “niat”, tidak ada niat dan kemampuan kita tidak bisa mencapai ujung dari gunung yang curam dan tinggi. Dan niat harus selalu diimbangi dengan rasa ikhlas dan sabar. Ikhlas sangt berperan penting dengan kejadian apa yang kita alami selama hidup ini, karena ilmu ikhlas adalah sebuah mata pelajaran yang sulit untuk meraih nilai “A”, seseorang akan mendapat sebuah kehidupan yang layak jika ia ikhlas dan mau melakukan apapun suruhan orang selama suruhan itu logic; mengandung nilai postif dan menguntungkan walaupun harus menahan ombak, menerjang badai Katrina dan melewati kawasan segitiga Bermuda. Seorang yang arif dan budiman akan tau kemana kakinya akan melangkah, sama seperti memilih universitas. Universitas yang harus dipilih itu harus memiliki komposisi yang pas dan cocok buat hidup seorang yang akan mengahdapi dunia kuliah.

Blog yang saya buat ini adalah asli representative bagian cerita dari hidup saya; saya kira hal ini wajar bagi para mahasiswa yang tidak sanggup melanjutkan studinya di luar negeri. Saya hidup bukan jadi computer, saya hidup hanya ingin meraih surge dan berguna bagi orang orang sekeliling. Mungkin orang bilang saya adalah orang yang ngabisin uang, dan tidak kasian dengan orang tua. Tapi dibalik semua itu saya hanya ingin mencari penghidupan yang layak dan cocok buat hidupku kelak. Saya hanya ingin mendapatkan apa yang saya inginkan, apa yang seharusnya menjadi kewajiban saya sebagai seorang pelajar, dan yang penting saya juga ingin mendapatkan cinta yang tulus dan suci. Saya tahu semua itu tidak mudah dan hal ini sulit untuk dicapai. Tapi saya tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi masalah hidup saya,, jalan ini adalah jalan yang sulit saya tempuh . . .

What next?

You can also bookmark this post using your favorite bookmarking service:

Related Posts by Categories



0 komentar: to “ My Favorite is